A.
Latar
Belakang Kota Palangka Raya
1.
Geografis
Kota Palangka Raya secara geografis terletak pada 113˚30`-
114˚07` Bujur Timur dan 1˚35`- 2˚24` Lintang Selatan, dengan luas wilayah
2.678,51
(267.851 Ha) dengan topografi terdiri dari
tanah datar dan berbukit dengan kemiringan kurang dari 40%. Secara administrasi
Kota Palangka Raya berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Dengan Kab. Gunung Mas
Sebelah Timur : Dengan Kab. Pulang Pisau
Sebelah Selatan : Dengan Kab. Pulang Pisau
Sebelah Barat : Dengan Kab. Katingan
Wilayah Kota Palangka Raya terdiri
dari 5 (lima) Kecamatan yaitu Kecamatan Pahandut, Kecamatan Sabangau, Kecamatan
Jekan Raya, Kecamatan Bukit Batu dan Kecamatan Rakumpit.
2.
Luas Wilayah Menurut Penggunaannya
Kawasan Hutan : 2.485,75 km²
Tanah Pertanian : 12,65 km²
Perkampungan : 45,54 km²
Perkebunan : 22,30 km²
Sungai & Danau : 24,86 km²
Lain-lain : 69,41 km²
Sumber: Kota Palangka Raya Dalam Angka 2009
3. Geologi
Formasi
geologi yang ada di wilayah Kota Palangka Raya tersusun atas formasi Aluvium
(Qa) (tersusun dari bahan-bahan liat kaolinit dan debu bersisipan pasir,
gambut, kerakal dan bongkahan lepas, merupakan endapan sungai dan rawa) dan
formasi Batuan Api (Trv) (tersusun dari batuan breksi gunung api berwarna
kelabu kehijauan dengan komponennya terdiri dari andesit, basalt dan rijang.
Selain kedua formasi tersebut, wilayah Kota Palangka Raya juga termasuk ke
dalam formasi Dahor (TQd) (tersusun atas sebagian besar pasir kuarsa dengan
dasar lempung, pada beberapa tempat terdapat sisipan konglomerat yang
komponennya berupa batuan malihan, granit dan lempung).
4. Demografi
Penduduk
utama adalah suku dayak yang mengguanakan lingua
franca bahasa dayak ngaju. setelah Kalimantan Tengah terbentuk kegiatan
pembangunan mulai dilaksanakan. Jalan-jalan mulai dibangun di Palangka Raya
yang wilayahnya sebagian besar masih berupa hutan rimba belantara dan rawa,
seperti jalan dengan empat puluh meter yang menghubungkan kota Palangka Raya
dan Tangkilimg. Kemudian prasarana lainnya juga dibangun seperti pembuatan
bandara udara di Palangka Raya dan Pangkalanbun. Untuk daerah - daerah yang belum mempunyai bandara, pesawat
terpaksa mendarat di air. Penerukan
untuk pembuatan terusan yang menghubungkan suatu sungai besar dengan sungai
lainnya mulai dilaksanakan, misalnya terusan Basarang yang kemudian diberi nama
terusan Milono. Untuk mempersiapkan irigasi bagi program transmigrasi dari
Jawa, Bali dan sebagainya.
5. Iklim
Curah
hujan tahunan di wilayah Kota Palangka Raya selama 10 tahun terakhir (1997
-2006) berkisar dari 1.840 - 3.117 mm dengan rata-rata sebesar 2.490 mm.
Kelembaban udara berkisar antara 75 - 89% dengan kelembaban rata-rata tahunan
sebesar 83,08%. Temperatur rata-rata adalah 26,880 C, minimum 22,930 C dan
maksimum 32,520 C.
6. Tanah
Tanah-tanah
yang terdapat di wilayah Kota Palangka Raya dibedakan atas tanah mineral dan
tanah gambut (Histosols). Berdasarkan taksonomi tanah (soil survey staff, 1998)
tanah–tanah tersebut dibedakan menjadi 5 (lima) ordo yaitu histosol,
inceptosol, entisol, spodosol dan ultisol.
B. Seni Budaya Palangkaraya
- Rumah Adat Betang
Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam
di pedalaman Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana
kehidupan yang mereka jalani pasti dilalui bersama, hal itu terwujud dalam
sebuah karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang).
Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari
bentuknya yang memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu
masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan hejot.
Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari
hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari musuh yang
dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda
Betang. Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang
ada di Kalimantan.
Betang dibangun biasanya berukuran
besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai
sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang di
bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan
ratusan tahun serta anti rayap.
Betang biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa di dalamnya,
sudah dapat dipastikan suasana yang ada di dalamnya. Betang dapat dikatakan
sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang
menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Di
dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang dihuni oleh setiap keluarga.
Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai
sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman
depan Betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu.
Sapundu merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia
yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat
untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikorbankan untuk prosesi upacara
adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman Betang yang berfungsi
sebagai rumah pemujaan.
Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah
balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai
gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu.
Pada Betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat
penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian
depan atau bagian belakang Betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung
adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal
serta telah melewati proses upacara tiwah.
Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan,
seperti anjing, burung, kucing, babi, atau sapi. Selain karena ingin merawat
anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai 'teman' yang
setia pada saat berburu di hutan belanntara. Pada zaman yang telah lalu suku
Dayak tidak pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah
menganggap anjing sebagai pendamping setia yang selalu menemani khususnya
ketika berada di hutan. Karena sudah menganggap anjing sebagai bagian dari suku
Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.
Sangat patut disayangkan seiring dengan modernisasi
bangunan-bangunan masa sekarang, Betang kini hampir di ujung kepunahan, padahal
Betang merupakan salah satu bentuk semangat serta perwujudan dari sebuah
kebersamaan suku Dayak. Mungkin nanti Betang akan benar-benar punah tetapi
merupakan tanggung jawab kita kepada leluhur untuk tetap mempertahankan
semangat Huma Betang. Patut kita sadari di dalam diri ini pasti terdapat rasa
untuk tetap memperjuangkan kebudayaan dari leluhur.
2. Sipet: Senjata Sumpit Dayak
Sumpit atau lebih dikenal di daerah Kalimantan Tengah
dengan sebutan sipet adalah salah satu senjata yang sering digunakan
oleh suku Dayak maupun oleh masyarakat Melayu. Dari segi penggunaannya sumpit
atau sipet ini memiliki keunggulan tersendiri karena dapat digunakan sebagai
senjata jarak jauh dan tidak merusak alam karena bahan pembuatannya yang alami.
Dan salah satu kelebihan dari sumpit atau sipet ini memiliki akurasi tembak
yang dapat mencapai 218 yard atau sekitar 200 meter.
Dilihat dari bentuknya sumpit, sumpit memiliki bentuk
yang bulat dan memiliki panjang antara 1,5-2 meter, berdiameter sekitar 2-3
sentimeter. Pada ujung sumpit ini diolah sasaran bidik seperti batok kecil
seperti wajik yang berukuran 3-5 sentimeter. Pada bagian tengah dari sumpit
dilubangi sebagai tempat masuknya damek (anak sumpit). Pada bagian
bagian atas sumpit lebih tepatnya pada bagian depan sasaran bidik dipasang
sebuah tombak atau sangkoh (dalam bahasa Dayak). Sangkoh terbuat dari
batu gunung yang lalu diikat dengan anyaman uei (rotan).
Jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat sumpit
pada umumnya adalah kayu tampang, kayu ulin atau tabalien, kayu
plepek, dan kayu resak. Tak ketinggalan juga tamiang atau lamiang,
yaitu sejenis bambu yang berukuran kecil, beruas panjang, keras, dan mengandung
racun. Tidak semua orang memiliki keahlian dalam membuat sumpit atau sipet. Di
Pulau Kalimantan saja hanya ada beberapa suku saja yang memiliki keahlian dalam
pembuatan sumpit, yaitu suku Dayak Ot Danum, Punan, Apu Kayan, Bahau, Siang,
dan suku Dayak Pasir.
Dalam proses pembuatan sumpit atau sipet dilakukan
dengan dua cara, yaitu pertama ketrampilan tangan dari sang pembuat. Cara
kedua, yaitu dengan menggunakan tenaga dari alam dengan memanfaatkan kekuatan
arus air riam yang dibuat menjadi semacam kincir penumbuk padi. Harga jual
sumpit atau sipet telah ditentukan oleh hukum adat, yaitu sebesar jipen ije
atau due halamaung taheta.
Menurut kepercayaan suku Dayak sumpit atau sipet ini
tidak boleh digunakan untuk membunuh sesama. Sumpit atau sipet hanya dapat
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti berburu. Sipet ini tidak
diperkenankan atau pantang diinjak-injak apalagi dipotong dengan parang karena
jika hal tersebut dilakukan artinya melanggar hukum adat, yang dapat
mengakibatkan pelakunya akan dituntut dalam rapat adat.

3. Mandau
Pada zaman dulu jika terjadi peperangan, suku Dayak pada
umumnya menggunakan senjata khas mereka, yaitu mandau. Mandau
merupakan sebuah pusaka yang secara turun-temurun yang digunakan oleh suku
Dayak dan diaanggap sebagai sebuah benda keramat. Selain digunakan pada saat
peperangan mandau juga biasanya dipakai oleh suku Dayak untuk menemani mereka
dalam melakukan kegiatan keseharian mereka, seperti menebas atau memotong daging,
tumbuh-tumbuhan, atau benda-benda lainnya yang perlu untuk di potong.
Biasanya orang awam akan sering kebingungan antara
mandau dan ambang. Orang awam atau orang yang tidak terbiasa melihat
atau pun memegang mandau akan sulit untuk membedakan antara mandau dengan
ambang karena jika dilihat secara kasat mata memang keduanya hampir sama.
Tetapi, keduanya sangatlah berbeda. Namun jika kita melihatnya dengan lebih
detail maka akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok, yaitu pada mandau
terdapat ukiran atau bertatahkan emas, tembaga, atau perak dan mandau lebih
kuat serta lentur, karena mandau terbuat dari batu gunung yang mengandung besi
dan diolah oleh seorang ahli. Sedangkan ambang hanya terbuat dari besi biasa,
seperti besu per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan atau batang besi
lain.
Mandau atau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau
harus disimpan dan dirawat dengan baik ditempat khusus untuk penghormatan.
Karena suku Dayak yakin bahwa mandau memiliki kekuatan spiritual yang mampu
melindungi pemiliknya dari serangan atau niat jahat dari lawan-lawannya. Dan
mandau juga diyakini dijaga oleh seorang perempuan, dan jika pemilik mandau
tersebut bermimpi bertemu dengan perempuan yang menghuni mandau, berarti sang
pemilik akan mendapatkan rejeki.
Mandau selain dibuat dari besi batuan gunung lalu
diukir, pulang atau hulu mandau (tempat untuk memegang) dibuat
berukiran dengan menggunakan tanduk kerbau untuk yang pulang-nya berwarna
hitam. Dan menggunakan tanduk rusa untuk pulang yang berwarna putih.
Pembuatan pulang dapat juga menggunakan kayu kayamihing. Pada bagian
ujung dari pulang diberi atau ditaruh bulu binatang atau rambut manusia. Untuk
dapat melengkatkan sebuah mandau dengan pulang dapat menggunakan getah kayu sambun
yang terbukti sangat kuat kerekatannya.Setelah itu kemudian diikat lagi dengan jangang,
namun jika jangang sulit ditemukan dapat menggunakan uei (anyaman
rotan).
Besi mantikei yang digunakan
untuk bahan baku pembuatan mandau dapat ditemukan didaerah Kerang Gambir,
sungai Karo Jangkang, sungai Mantikei anak sungai Samba simpangan sungai
Katingan, dan desa Tumbang Atei.
Tidak lengkap kiranya jika
mandau tidak memiliki kumpang. Kumpang ialah sebutan sarung untuk
mandau, kumpang mandau merupakan tampat masuknya mata mandau biasanya dilapisi
tanduk rusa. Pada kumpang mandau diberi tempuser undang, yaitu ikatan
yang terbuat dari anyaman uei (rotan). Pada bagian depan kumpang dibuat sebuah
sarung kecil tempat menyimpan langgei puai. Langgei puai adalah sejenis pisau
kecil sebagai pelengkap mandau. Tangkainya panjang sekitar 20 cm dari mata
anggei, bentuknya lebih kecil dari pada tangkainya. Fungsi dari langgei
puai adalah untuk menghaluskan atau membersihkan benda-benda, contohnya
rotan. Sarung atau kumpang langgei selalu melekat pada kumpang mandau.
Sehingga dapat dikatakan bahwa antara mandau dan langgei puai adalah sebuah
kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.
4. Pakaian Adat Palangkaraya
- Baju Kalambi Barun Rakawan. Yaitu jenis pakaian yang dipakai pad
saat upacar adat, khususnya pada saat acara tiwah.
- Salingkat Sangkurat Benang Ranggam Malahui. Yaitu jenis pakaian yang
dipakai pada saat acara adat khususnya pada saat upacar tiwah.
- Ewah Bumbun. Yaitu semacam cawat yang digunakan dalam upacara adat berwarna kuning.
- Sampah ukong. Yaitu jenis pakaian yang terbuat dari bahan kajang
ukong.
- Sampah Angang. Yaitu sejenis topi pisur waktu menaur.
- Lawung Sansulai Dare Nucung Dandang Tingang. Yaitu sejenis ikat
kepala yang digunakan pada saat upacar adat, khususnya upacara adat tiwah dan
sebagainya.
- Sakarut/Sangkarut. Yaitu semacam rompi dan dibagian sebelah, dalam
banyak terdapat jimat.
5. Kerajinan Tangan (Kesenian) Palangkaraya
- Tangoi ialah penutut kepala atau sejenis topi berukuran lebaar.
Lebar tangoi biasanya mencapai 50 cm, gunanya untuk menutupi kepala dari panas
mantahari. Bahan yang digunakan untuk membuat topi ialah rotan, atau daun rais.
Biasanya topi digunakan untuk berpergian, berladang, menangkap ikaan dan
lain-lain.
- Amak adalah tikar yang gunanya sebagai ala duduk, ataupun alas
tidur. Ukurannya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan, yang dibuat dari anyaman
rotan, daun aris, taupun daun purun. Amak yang terbuat dari anyaman rotan yang
diraut halus biasanya bermotif. Namun untuk amak yang terbuat dari rais ataupun
purun biasanya tanpa motif yang lebih populer disebaut lampit.
- Kasai adalah bedak dingin yang biasa digunakan tidak hanya kaum
perempuan tetapi juga digunakan oleh kaaum laki-laki. Disamping untuk merawat
kulit,kasai juga bermanfaatuntuk melindungi kulit dari sengatan sinar mata
hari.
- Bulu burung sering digunakan untuk asesoris , yang terkadang
dipasang pada Mandau.
C.
Kuliner Masakan Khas Palangkaraya
Seperti umumnya suku-suku di Nusantara, demikian pula
suku Dayak, makanan utama mereka adalah nasi, yang dilengkapi dengan sayur mayor serta lauk pauknya. Uraian singkat cara
suku dayak mengolaah baahan makanan untuk menjadi santapan harian
mereka.Kuliner masakan khas daerah Dayak
Diantaranya adalah sebagai berikut:
- Beras
- Bari atau naasi putih yang
merupakan makanan pokok berasal dari beras dengan bermacam cara mengolahan
untuk dapat dimakan. Dimasak dengan mempergunakan kenceeng, kukusan yang
terbuat dari rotan bambu atau dibuat ketupat.
- Bari Tanihi yaitu nasi yang
dimasak dalam baambu, dan dibungkus dawen tewu.
- Bari Bahenda atau nasi kuning
- Bubur Nasi, bubur yang terbuat
dari beras yang diberi air dengan peerbandingaan satu banding empat, dicampurr
santan kelapa, gula merah, dan madu
- Kangkuyau yaitu bubur yang
terbuat dari beras yang diberi air dengan perbandingan satu banding empat,
diberi sedikit garam
2. Pulut
Atau Ketan
- Lamang sejenis makanan yang
dimasak di dalam bambu yang dilapisi daun pisang, diberi santan kelapa dan
garam secukupnya
- Pulut Kukusan sejenis makanan
yang terbuat dari beras ketan yang dikukus. Biasanya pulut kukusan dimakan
bersama inti yaitu parutan kelapa dicampur gula merah dan dimasak di api
3. Ubi Kayu
- Luntuh Jawau yaitu ubi kayu
rebus
- Kangkalut, Yaitu makanan yang terbuat dari
singkong
4. Sayur Mayur
- Juhu Dawen Kayu. Yaitu sayur
berkuah dedaunan yang dapat dimakan
- Juhu Ujau. Yaitu kuah umbut
umbutan.
- Juhu Dawen Saretak. Yaitu sayur
berkuah daun kacang panjang.
- Juhu Singkah. Yaitu kuah rotan
muda, rasanya agak pahit.
- Juhu Bua Pisang. Yaitu gulai
buah pisang muda dengan Kuah santan.
- Juhu Dawen Kajau. Yaitu kuah
daun singkong, boleh bersantan boleh tidak bersanta.
- Juhu Taya / Bengkel. Yaitu
Sayur kuah taya mempunyai rasa pahit
- Dawen Maitu sayur daun kates
muda, yang biasanya dicampur dengan lemak babi.
5. Lauk Pauk
- Panggang Yaitu makanan daging
binatang atau ikan yang telah dibersihkan diberi garam dan dibakar di bara api
sampai matang. Untuk ikan kecil ditusuk seperti sate. Khusus untuk jenis ikan
saluang yaitu sejenis ikan saluang yaitu sejenis ikan kecil yang sangat populer
bagi orang dayak, pantang dibakar.
- Tanak Ialah jenis masakan yang terdiri dari ikan atau daging atau
jeroan yang telah dibersihkaan dan dipotong kecil-kecil, dicampur bumbu-bumbu
seperti di atas, diberi air hanya sedikit dimasak hingga matang. Lawar dan
tanak hanya tanak kunirnya lebih banyak. Dapat dimakan sebagai sebagai teman
nasi atau ketan.
- Burup. Burup sama dengan tanak namun harus terbuat dari bahan ikan
bukan daging.